Jadikan Marahmu Puisi


Identitas Buku
Judul buku: Cinta Yang Marah
Penulis: M. Aan Mansyur
Desain sampul: emte
Penyunting: Irfan Ramli dan Bhagavad Sambadha
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama: 2017
Jumlah halaman: 95 halaman
Harga buku: Rp.50.000

Ulasan:
“Suatu hari kelak, sebelum salah satu di antara aku dank au tersangkut maut, pada hari ulang tahun kau, ketika tidak ada pekerjaan kantor yang melarang kau cuti, aku akan mengajak kau menjadi tua renta, kemudian mengajak kau kembali menjadi anak-anak.”
Buku ini merupakan karya yang dinanti-nanti oleh penikmat puisi Aan Mansyur. Ketika film AADC 2 tayang di layar lebar, banyak dari muda-mudi yang mencari ‘siapa’ seseorang yang menarik perhatian dibalik sajak-sajak syahdu Rangga. Cinta yang marah, seperti obat rindu bagi pembaca buku-buku sebelumnya. Menyuguhkan potongan-potongan berita pada masa orde baru, buku ini bagian dari rasa kecewa, juga marah yang bermuara jadi kata-kata.
Tersusun dari 21 puisi, buku ini memiliki anomali tersendiri untuk sekelas buku puisi. Tata letak dari potongan-potongan berita seperti pembuka untuk sampai pada isi puisi yang ada, Aan mansyur membuat kritik yang halus melalui buku ini. Bertokoh aku dan kau, puisi ini bisa saja berubah sudut pandang tidak melulu soal isu politik seperti berita-berita di dalamnya. Bagi seorang pembaca seperti saya puisi ini bagian dari ungkapan perasaan yang mendalam, kecemasan-kecemasan yang diramu sedemikian rupa agar pembaca ikut menerka juga merasakan isi kepala dan perasaan si penulis.
Bahasa dan diksi yang dipilih tidak rumit, meski bisa saja makna dari puisinya sangat pelik. Namun, seperti buku-buku sebelumnya, Cinta yang marah adalah perkara yang sering dijumpai siapa saja, bahkan bisa mengganggu tidur malammu.
Saya menyukai hampir semua buku ini, karena cara Aan Mansyur menuliskan puisinya bisa bermakna lebih dalam. Seperti potongan puisi ke 15 di buku ini.
“.. ingin sekali aku membisikan mimpi ke bibir kau, agar kau juga bisa mengeluh tentang mall yang semakin banyak dan harga-harga barang yang bengkak, tentang jalan-jalan yang dibangun untuk mesin cuma, tentang tayangan hiburan televisi yang menyengsarakan, agar kau tahu betapa susah terus bertahan mencintai seseorang di tengah semua itu
agar kau tahu aku masih mencintai kau..”
Makna puisi ini begitu dalam, digambarkan suatu kondisi yang semakin merangkak berubah namun tidak bagi perasaan milik tokoh aku untuk kau.
Cinta yang marah lebih dari sebuah buku puisi biasa. Bagi kalian penyuka buku-buku Aan Mansyur sebelumnya, jangan melewatkan isi pemikirannya yang satu ini. selamat hanyut dalam kata-kata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku: Pacar Seorang Seniman

Resensi Buku: Garis Waktu

Resensi Buku: Langit Merbabu